bahagia dengan berbagi

Archive for 16 April 2013

Tentang Cinta

cinta

 

 

 

 

Adakah seorang gadis baik-baik mau menikah dengan seorang laki-laki yang sekarat? Adakah seorang perempuan berpendidikan tinggi dan terhormat mau berstatus sebagai pengantin baru sembari bersiap untuk menjadi janda?

Sebut saja namanya Andini. Awalnya aku mengenal dia sebagai keluarga dari salah seorang pasienku yang bernama, sebut saja Andri. Andri, 28 tahun, datang dengan kondisi sesak napas. Ia tidak bisa lepas dari slang oksigen yang membantu pernapasannya. Di dadanya bagian samping kanan keluar slang WSD ( Water Seal Drainage ) yang berfungsi mengalirkan udara atau cairan dari rongga paru. Aku mengetahui ia telah menderita kanker paru stadium IV yang sudah tidak bisa dilakukan terapi apapun. Dokter yang menanganinya sebelumnya sudah angkat tangan dan menyuruh keluarga untuk membawa Andri pulang.

Kuperhatikan betapa semangat Andri untuk sembuh begitu tinggi. Ia tetap berusaha menjalankan instruksi yang kami berikan walau dengan susah payah. Dan Andini, perempuan yang senantiasa menemaninya kulihat begitu telaten merawatnya. Dengan penuh ksabaran ia menyuapkan makanan dan obat kepada Andri. Ia tidak sungkan-sungkan membuang kotoran Andri ketika harus ganti pempers. Memang di kamar itu tidak hanya mereka berdua. Ada seorang perempuan setengah baya yang kuketahui adalah ibunya Andri.

Beberapa hari dirawat kondisi Andri semakin menurun. Ia semakin sesak dan tubuhnya semakin lemah. Kesadarannnya pun turun disertai tanda-tanda vital yang melemah. Hari itu, seusai visite, Andini datang menghampiri kami, tim dokter dan menanyakan kondisi Andri. Kami menjelaskan bahwa kondisi Andri memburuk. Ia pun tak kuasa menahan tangisnya. Ucapannya yang membuat kami terkejut adalah permintaan Andri untuk menikahinya di sini. Dan Andini setuju. Aku sendiri tidak menyangka kalau Andini ternyata bukanlah keluarga Andri, akan tetapi tunangannya. Mereka bertunangan beberapa bulan yang lalu, dan ketika akan melangsungkan niat suci, Andri menderita penyakit yang paling ditakuti itu. Jadilah Andini yang setia menemani Andri, mulai dari kondisi ia masih bisa berjalan samapai sekarang. Ia pun rela melepas pekerjaannya demi menemani sang kekasih.

Setelah dimusyawarahkan oleh kami dan manajemen, maka kami bersepakat untuk membantu melaksanakan pernikahan itu di RS kami, tepatnya di ruang Aula. Pagi itu sungguh cerah. Dan keajaiban pun terjadi. Aku melihat wajah Andri yang lebih segar dari biasanya. Dan ketika ijab kabul diucapkan, Andri samasekali tidak menggunakan oksigen! Subhanallah… Pagi itu, kami seluruh karyawan RS menyaksikan suatu prosesi pernikahan yang sangat mengharukan. Jujur saja, saat itu aku menitikkan air mata..

Setelah pernikahan usai, mereka kembali ke kamar. Keluarga pulang dan kami pun bekerja seperti biasa. Esoknya, saya mendapat kabar dari perawat bahwa Andri sudah berpulang ke Rahmatullah tadi malam. Saya tidak sempat menyaksikan jenazah Andri karena langsung dibawa pihak keluarga. Saya hanya bisa
membayangkan rasa syukur Andri telah dikaruniai seornag pendamping yang begitu setia. Dan saya pun tidak sempat bertemu Andini untuk sekadar mengucapkan belasungkawa dan salut saya.

Dalam film “Dan In Real Life”, Dan mengatakan bahwa “Love is ability”. Dan menurut saya Andini telah membuktikan bahwa cinta bukanlah sekadar roman yang terkadang picisan, melainkan kemampuan untuk menjaga dan merawat cinta itu sampai maut yang memisahkannya.