Sutardji, penyair kelahiran Riau dan alumnus Fisip Unpad Bandung ini dikenal sebagai Presiden Penyair Indonesia. Kredo puisinya adalah membebaskan ‘kata’ dari pengertian. Alasannya, ‘kata’ adalah pengertian itu sendiri. Sehingga menghasilkan sesuatu yang disebut sebagai “puisi mantra”
Masa lalu, namanya diplesetkan menjadi Sutardji Calzoum Bir, karena membaca puisi sembari menenggaknya. Katanya sih untuk membangkitkan “roh mistis” dalam puisi mantranya. Sekarang, meski tanpa bir dan diganti air mineral, Sutardji masih kelihatan garang jika membaca puisi. Yang mistis itu adalah dirinya sendiri hehehe
Berikut beberapa puisi yang diambil dari buku O Amuk Kapak :
MANTERA
lima percik mawar
tujuh sayap merpati
sesayat langit perih
dicabik puncak gunung
sebelas duri sepi
dalam dupa rupa
tiga menyan luka
mengasapi duka
puah!
kau jadi Kau!
Kasihku
JADI
tidak setiap derita
jadi luka
tidak setiap sepi
jadi duri
tidak setiap tanda
jadi makna
tidak setiap tanya
jadi ragu
tidak setiap jawab
jadi sebab
tidak setiap seru
jadi mau
tidak setiap tangan
jadi pegang
tidak setiap kabar
jadi tahu
tidak setiap luka
jadi kaca
memandang Kau
pada wajahku!
LUKA
ha ha
KALIAN
pun
HEMAT
dari hari ke hari
bunuh diri pelan-pelan
dari tahun ke tahun
bertimbun luka di badan
maut menabungKu
segobang-segobang
WALAU
walau penyair besar
takkan sampai sebatas allah
dulu pernah kuminta tuhan
dalam diri
sekarang tak
kalau mati
mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
jiwa membumbung dalam baris sajak
tujuh puncak membilang bilang
nyeri hari mengucap ucap
di butir pasir kutulis rindu rindu
walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah
***
Comments on: "Puisi – puisi Sutardji Calzoum Bachri" (2)
mana maknanya !!!
Gali sendiri ya? 🙂