Sapardi Djoko Damono, lahir di Solo 20 Maret 1940. Dikenal sebagai Profesor Sastra Indonesia. Entah berapa banyak puisi beliau menghiasi undangan pernikahan, surat cinta, kartu pos dsb. Berikut beberapa puisi beliau yang sudah dimusikalisasi :
AKULAH SI TELAGA
Akulah si Telaga
Berlayarlah di batasnya
Berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga patah
Berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya
Sesampai di seberang sana
Tinggalkan begitu saja
Perahumu biar aku yang menjaganya
DALAM DIRIKU
Because the sky is blue
It makes me cry
(The Beatles)
dalam diriku mengalir sungai panjang,
darah namanya
dalam diriku menggenang telaga darah,
sukma namanya
dalam diriku meriak gelombang sukma,
hidup namanya!
dan karena hidup itu indah,
aku menangis sepuas-puasnya
HUJAN BULAN JUNI
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaiumu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
SAJAK KECIL TENTANG CINTA
mencintai angin harus menjadi siul
mencintai air harus menjadi ricik
mencintai gunung harus menjadi terjal
mencintai api harus menjadi jilat
mencintai cakrawala harus menebas jarak
mencintaimu harus menjelma aku
METAMORFOSIS
ada yang sedang menanggalkan pakaianmu satu demi satu,
mendudukkanmu di depan cermin,dan membuatmu
bertanya,”tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini?”
ada yang sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu,
menimbang-nimbang hari lahirmu,mereka-reka
sebab-sebab kematianmu
ada yang sedang diam-diam berubah menjadi dirimu
BUAT NING
pasti datangkah semua yang ditunggu
detik-detik berjajar pada mistar yang panjang
barangkali tanpa salam terlebih dahulu
januari mengeras di tembok itu juga
lalu desember..
musim pun masak sebelum menyala cakrawala
tiba-tiba kita bergegas pada jemputan itu
HATIKU SELEMBAR DAUN
hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput
nanti dulu..
biarkan aku sejenak terbaring di sini
ada yang masih inginku pandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu
setiap pagi
NOKTURNO
kubiarkan cahaya bintang memilikimu
kubiarkan angin yang pucat
dan tak habis-habisnya
gelisah tiba-tiba menjelma isyarat merebutmu
entah kapan kau bisa kutangkap
***
Comments on: "Puisi – puisi Sapardi" (2)
Bapak Sapardi selalu indah dalam puisi…
Setuju 🙂